NTB – Menarik untuk diperhatikan saat pendaftaran atau kampanye calon kepala daerah, baik untuk pemilihan bupati, walikota, gubernur, atau wakil gubernur, adalah kehadiran massa yang mengelilingi para kandidat dengan berbagai atribut. Hal ini bisa menunjukkan bahwa kandidat memiliki dukungan massa yang kuat atau mungkin massa tersebut dikerahkan.
Pengalaman dari pemilihan legislatif menunjukkan bahwa banyak calon anggota legislatif gagal karena kekurangan logistik. Pertanyaannya, apakah situasi serupa juga akan terjadi pada pemilihan kepala daerah?
Kita tidak ingin berburuk sangka, tetapi kenyataan hidup mengajarkan kita untuk realistis. Ketika pemimpin menjanjikan sesuatu yang tidak terpenuhi, hal ini akan mengakumulasi kekecewaan di masyarakat, yang akhirnya memunculkan politik transaksional. Politik transaksional ini sering kali muncul sebagai bentuk ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap pemimpin, sebuah ironi yang sering terdengar di warung kopi.
Media massa juga sering melaporkan dugaan kasus politik uang, yang seharusnya mendorong calon pemimpin untuk memperbaiki diri dan memberi teladan positif kepada masyarakat. Masyarakat memiliki referensi tentang tokoh-tokoh panutan dari sejarah dan mendambakan kehidupan yang stabil dan damai seperti yang diceritakan oleh orang tua mereka. Mereka menginginkan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan saling menghargai perbedaan.
Harapan ini terus berkembang, baik dalam imajinasi maupun kenyataan. Oleh karena itu, pertanyaannya adalah: dapatkah para calon pemimpin mewujudkan impian masyarakat? “Kita tunggu bukti, bukan janji.”